PRODUK KAMI

Minat : Luqmanul Khakim HP : 085711081674 / 089605509038 / PIN BB : 54C29D51

Diskon Menarik utk setiap Produk Kami - Klik di Sini!

MENJADI ISTRI DAN IBU IDAMAN DUNIA AKHIRAT

Menjadi Istri dan Ibu Idaman Dunia Akhirat

Rasulullah Saw bersabda, “Sebaik-baiknya wanita ahli surga adalah Khadijah binti Khuwalid, Fathimah binti Muhammad, Maryam binti Imran dan Asiyah bin Muzahim” (HR. Ahmad).

Tak ada kesuksesan yang lebih baik dari memperoleh ridho Allah swt. Dan dengan menjalani peran-peran yang berbeda, empat perempuan ini telah mengukir diri menjadi sosok wanita teladan yang sukses meniti hidup mereka di dunia dalam kebenaran hingga mendapat keutamaan di akhirat.

1. Khadijah, di antara Kemandirian dan Ketundukan
Khadijah binti Khuwailid adalah wanita yang berasal dari golongan terpandang di Mekah. Dia juga merupakan gambaran langka wanita pebisnis sukses.Bekal kebangsawanan, kecerdasan, serta harta perniagaan yang banyak membentuk pribadi Khadijah menjadi sosok yang mandiri, apalagi setelah dia mengalami masa wafatnya dua orang suami.

Ketika menikah lagi, suami ketiganya adalah Muhammad bin Abdullah, pemuda yang baik akhlaknya namun miskin dan jauh lebih muda usianya. Tetapi perbedaan usia dan kekayaan tidak membuat Muhammad menjadi minder atau cemburuan dengan kesuksesan istrinya. Khadijah pun tidak menjelma menjadi istri sok tahu atau besar kepala.Bahkan rumah tangga mereka menjadi rumah tangga yang kokoh, saling topang, saling percaya dan penuh cinta kasih.

Menjelang masa diturunkannya wahyu, Rasulullah mulai sering menyepi di Gua Hira dan bertafakur.Kadang hal ini berlangsung hingga beberapa hari dan untuk keperluan itu Khadijahlah yang mempersiapkan bekalnya.
Begitu pula pada saat misi kenabian pertama kali diterima Rasulullah saw, dan menjadi sebuah pengalaman yang mengguncangkan hati, Khadijah memberikan reaksi supportif luar biasa. Beliau menyelimuti sang suami dengan penuh kasih sayang dan berkata, “Jangan khawatir, bergembiralah, sesungguhnya Allah tidak akan mengecewakan dirimu selamanya. Bukankah engkau adalah orang yang suka menyambung silaturahim, suka memikul beban orang lain, suka memenuhi kebutuhan orang yang tak punya, suka memuliakan tamu dan engkau senantiasa membela kebenaran.”

Khadijahlah orang pertama yang beriman pada Nabiyullah saw. Tak hanya itu, dia juga memberikan dukungan penuh atas beban dakwah yang dipanggul suaminya. Waktu, tenaga, pikiran, dan harta diberikannya bagi dakwah dengan sepenuh ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.

2. Fathimah, Anak Pemimpin yang Tak Egois
Sejak balita, Fathimah sudah menjalani hidup yang penuh kesulitan dan cobaan. Pada saat itu dakwah tengah dihadang tekanan kaum kafir quraisy yang tidak hanya menyakiti hati namun juga secara terang-terangan menyiksa fisik Nabi dan umat Islam.

Fathimahlah satu-satunya anak yang belum menikah dan karena itu sangat dekat dengan kedua orangtuanya. Fathimah ikut menjalani masa pemboikotan yang memunculkan penderitaan dan kelaparan dan belum tuntas semua itu dijalani, sang bunda, Khadijah pun meninggal dunia.

Kepergian Khadijah menjadikan hubungan Fathimah dan ayahnya, Rasulullah aaw semakin erat. Fathimahlah yang mengurusi ayahnya hingga dia dikenal dengan julukan Ummu Abiha (ibu dari ayahnya). Beban dakwah yang dulu di-sharing Rasulullah pada Khadijah dengan sepenuh ketulusan kini diambil alih oleh Fathimah.
Penderitaan kaum muslimin berkurang ketika mereka hijrah ke Madinah. Di sini Rasulullah menikah dengan Aisyah dan Fathimah pun tak lagi banyak mengurusi ayahnya. Apalagi tak lama kemudian, Ali melamarnya dan Fathimah pun pindah ke rumah suaminya. Namun kedekatan hubungan mereka masih begitu erat sehingga Rasulullah tak pernah lupa untuk memeluk dan mencium putrinya ini setiap kali Fathimah menemuinya.

Sebagai anak dari pemimpin umat, nabi yang ditaati dan panglima perang yang seringkali memperoleh banyak rampasan perang, Fathimah justru dididik untuk memikirkan orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
Ketika suatu kali, Ali yang tak mampu mengupah seorang pembantu namun sungguh tak tega melihat Fathimah terkelupas kulit tangannya karena menggiling gandum mengajak Fathmah menghadap Rasulullah untuk meminta satu saja tawanan untuk menjadi pembantu mereka, Rasulullah menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan memberikannya kepada kalian sementara orang-orang miskin banyak yang lapar. Maka aku akan menjual tawanan itu dan uangnya untuk mereka.”

Sejak itu, Fathimah pun menjalani hidupnya dalam kondisi sebagaimana yang diajarkan ayahnya, dengan selalu mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri dan keluarganya sendiri.

3. Maryam, Tegar di Tengah Cobaan
Menjadi seorang gadis mihrab berarti menghabiskan hidup dengan beribadah kepada Allah. Dan Maryam binti Imran, di bawah pengawasan Nabi Zakariya, saudara ibunya, selepas masa menyusui tinggal di sebuah mihrab yang tertutup dan terjaga di pojok sebuah masjid di Baitul Maqdis.

Dia tidak pernah keluar dari sana kecuali untuk waktu-waktu yang sangat khusus seperti saat haid, atau saat buang air. Maka, hingga memasuki masa dewasa, ketekunan Maryam beribadah kepada Allah membentuknya menjadi gadis yang terkenal di tengah masyarakat dengan ketaatan dan kesucian diri.

Selama masa ini pula ketika menengoknya Zakariya beberapa kali menemukan ada makanan dan minuman yang unik di mihrab Maryam, seperti buah-buahan yang tidak sesuai musimnya.“Ini semua dari Allah,” jawab Maryam ketika Zakariya bertanya.Maka yakinlah Nabi Zakariya bahwa Maryam tentulah gadis istimewa yang mengemban misi khusus dalam hidupnya.

Misi itu ternyata sangat menggetarkan hati.Sebuah misi yang sangat berat untuk ditanggung perempuan manapun di seluruh dunia. Suatu hari, malaikat datang menghampiri Maryam dan menyampaikan bahwa Allah akan memberinya seorang anak laki-laki istimewa, anak yang kelak akan menjadi seorang nabi. Maryam terkejut tentu saja namun itulah kehendak Allah. Maryam sang gadis mihrab yang suci dan taat beribadah mendapati dirinya hamil.

Kehamilan tanpa seorang suami selalu mengundang fitnah.Tidak terkecuali pada diri Maryam.Ketika perutnya semakin membesar dan desas desus mulai menudingnya melakukan zina, Maryam pun akhirnya meninggalkan Batul Maqdis dan mengasingkan diri ke ke daerah Baitul Lahm.

Sendiri dan kesakitan menjelang masa melahirkan adalah cobaan berat lain bagi Maryam. Belum lagi segala bayangan masa depan yang semakin suram. Membawa anak, dan harus menghadapi cercaan kaumnya. Tak heran bila beban ini membuat Maryam mengeluarkan kesahnya, “Duhai, seandainya saja aku mati sebelum ini dan dilupakan orang…”

Namun Allah tidak menyia-nyiakan ketaatan hambaNya, sehingga difirmankanlah kepada Maryam kalimat-kalimat yang menentramkan dan membuat Maryam yakin bahwa takdir ini adalah sebuah amanah dakwah bagi dirinya sehingga sirna sudah segala kekhawatirannya (lihat keseluruhan kisah di Quran surat Maryam)
Anak yang kemudian dilahirkannya bernama Isa bin Maryam dan dengan tabah Maryam membawanya pulang ke kampungnya untuk menghadapi orang-orang yang mencelanya hingga sang bayi kemudian berbicara dan membela ibunya.

Cerita hidup Maryam berlanjut dengan pelariannya ke Mesir demi melindungi anaknya yang hendak dibunuh Raja negeri Syam. Raja ini mendapatkan bisikan dari para dukunnya tentang seorang anak yang memilki keistimewaan dan bisa membahayakan kedudukan sang raja.

Belasan tahun kemudian Maryam dan Isa kembali ke Palestina dan di sinilah anaknya diangkat menjadi Nabi. Maryam pun kembali menyaksikan hari demi hari ketika anaknya berdakwah dengan susah payah, ditolak, disakiti dan bahkan akhirnya ditangkap untuk dibunuh. Maryam terus mendampingi hari-hari sulit anaknya sebagai seorang penopang dakwah sekaligus penghibur hati anaknya.

Hingga akhirnya, pada suatu hari Maryam mendapati hari-hari bersama anaknya, satu-satunya teman hidup dan belahan jiwanya harus berakhir. Isa bin Maryam Allah angkat ke langit, meninggalkan Maryam yang dengan tabah menghadapi perpisahan itu. Maryam dikabarkan wafat kira-kira lima tahun sesudah pengangkatan Isa ke langit, masih dalam kesendirian namun dengan sepenuh keimanan kepada Allah swt dan kepada anaknya, Isa as.

4. Asiyah, Memilih Allah di atas Segalanya
Asyiah binti Muzahim adalah permaisuri dari raja Mesir, Firaun yang sedemikian kuat dan berkuasanya hingga berani menyatakan bahwa dirinya adalah Tuhan yang Maha Kuasa.

Tabiat mereka sesungguhnya bertolak belakang, Firaun yang keras dan kasar dan Asiyah yang lembut dan baik budi.Hal itu juga nampak ketika mereka menemukan bayi yang terhanyut sampai ke tempat pemandian kerajaan. Firaun yang sedang mengumumkan permusuhan dengan setiap bayi lelaki dari Bani Israil karena info ghaib para dukunnya bermaksud membunuh Musa as, sang bayi di dalam peti itu. Namun Asiyah mencegahnya dan bahkan dengan hati lapang mengambil sang bayi menjadi anak asuh mereka.

Musa pun menjadi pangeran kerajaan Firaun.Sikap serta perilaku Musa sejak kanak-kanak hingga dewasa sungguh memikat hati bunda asuhnya ini karena tidak pernah menunjukkan akhlak tercela.Maka ketika Musa telah menjadi nabi dan menyebarkan misi ilahiah dengan mengajak manusia menyembah Allah swt, Asiyah adalah satu di antara sangat sedikit orang yang percaya dan beriman pada Musa as.

Keimanan ini memunculkan konsekuensi berat dan pedih.Firaun murka dan memaksa Asiyah menanggalkan keimanannya pada Allah dan Musa.Dari sekedar teguran, ancaman hingga siksaan ditimpakan Firaun pada istrinya.Dari ratu yang mulia, terhormat dan bergelimang kenikmatan hidup, Asiyah pun tersuruk menjadi perempuan yang dinista dan teraniaya.

Namun setaat-taatnya Asiyah pada suaminya, sehebat dan semenarik apapun tawaran hidup suaminya yang pongah dan buta dari kebenaran, Asiyah memilih Allah dan Rasul-Nya.

Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah Saw berkata: “Firaun menyiksa Asiyah sementara kedua tangan dan kaki Asiyah terikat kuat. Maka ketika mereka (Firaun dan pengikutnya) meninggalkan Asiyah dalam keadaan amat kepayahan, malaikat pun datang menaunginya. Di saat itu, Asiyah pun berkata: Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di dalam surga. Maka Allah pun memperlihatkan kepada Asiyah sebelum wafatnya, rumahnya di surga.”

Sungguh, Allah tidak pernah menyia-nyiakan amal-amal setiap hamba-Nya. (Zirlyfera Jamil)


Oleh DR. Ery Soekresno, PSi., M.Sc. - http://www.dtjakarta.or.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Postingan Populer

 

Fans Page Kami

TOKO ANIS - BALAMOA TEGAL

TOKO ANIS - BALAMOA TEGAL
TOKO SEPATU & SERVER PULSA

Tutorial Internet Marketing

Diberdayakan oleh Blogger.

IKLAN