Malam Tahun baru tidak afdhal kalau tidak ada terompet, menurut mereka yang merayakannya. Di negara kita, sudah menjadi tradisi sebagian kaum Muslimin merayakannya dan ikut-ikutan meniup terompet. Akan tetapi perlu diketahui bahwa terompet merupakan ciri khas ibadah orang Yahudi sebagaimana dalam hadits berikut.
فعن أبي عميرٍ بن أنسٍ عن عمومةٍ له من الأنصار قال: “اهتم النبي – صلى الله عليه وسلم – للصلاة كيف يجمع الناس لها؟ فقيل له: انصب راية عند حضور الصلاة فإذا رأوها آذن بعضهم بعضاً، فلم يعجبه ذلك، قال: فذكر له القنع يعني الشبور (هو البوق كما في رواية البخاري) ، وقال زياد: شبور اليهود، فلم يعجبه ذلك، وقال: ((هو من أمر اليهود))، قال فذكر له الناقوس، فقال: ((هو من أمر النصارى))، فانصرف عبد الله بن زيد بن عبد ربه وهو مهتمٌ لهمِّ رسول الله – صلى الله عليه وسلم -، فأُريَ الأذان في منامه
Dari Abu ‘Umair bin Anas dari bibinya yang termasuk shahabiyah anshoar, “Nabi memikirkan bagaimana cara mengumpulkan orang untuk shalat berjamaah. Ada beberapa orang yang memberikan usulan. Yang pertama mengatakan, ‘Kibarkanlah bendera ketika waktu shalat tiba. Jika orang-orang melihat ada bendera yang berkibar maka mereka akan saling memberi tahukan tibanya waktu shalat. Namun Nabi tidak menyetujuinya.Orang kedua mengusulkan agar memakai teropet. Nabi pun tidak setuju, beliau bersabda, ‘Membunyikan terompet adalah perilaku orang-orang Yahudi.’ Orang ketiga mengusulkan agar memakai lonceng. Nabi berkomentar, ‘Itu adalah perilaku Nasrani.’ Setelah kejadian tersebut, Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbihi pulang dalam kondisi memikirkan agar yang dipikirkan Nabi. Dalam tidurnya, beliau diajari cara beradzan.”1
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai terompet Yahudi yang ditiup dengan mulut dan lonceng Nashrani yang dipukul dengan tangan. Beliau beralasan karena meniup terompet merupakan perbuatan orang Yahudi danmembunyikan lonceng itu merupakan perbuatan orang Nashrani. Karena penyebutan sifat setelah hukum menunjukkan alasan (pelarangan) tersebut. Hal ini menunjukkan larangan beliau dari seluruh perkara yang merupakan kebiasaan Yahudi dan Nashrani.”2
Kesamaan fisik dan zhahir bisa membuat kedekatan hati dan batin
Mungkin ada yang bertanya, mengapa hanya sekedar mirip sedikit kemudian meniru dalam ciri khas ibadah mereka sudah dilarang? Maka jawabannya, kesamaan fisik dan zhahir bisa membuat kedekatan hati dan batin. Contoh sederhananya, misalnya jika seseroang bertemu dengan orang lain yang seragamnya sama, maka ia akan langsung merasa dekat dan bisa jadi akrab. Atau bertemu dari suku dan asal yang sama, maka ia bisa langsung akrab dan merasa ada kesatuan hati. Inilah adalah sebab larangan menyerupai suatu kaum. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallamtelah bersabda,
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”3
Walaupun dalam hal yang mungkin dianggap kecil seperti terompet, akan tetapi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan hal ini. Karena sedikit demi sedikit, sejengkal demi sejengkal dan mulai dari hal yang kecil akan mengikuti mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”4
Berkata Sufyan Ibnu ‘Uyainah dan yang lainnya dari kalangan salaf,
“Sungguh orang yang rusak dari kalangan ulama kita, karena penyerupaannya dengan Yahudi. Dan orang yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita, karena penyerupaannya dengan Nashrani.” 5
Orang nashrani dan yahudi tidak akan ridha sampai kita mengikuti mereka. Allah Ta’ala berfirman,
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Al-Baqarah: 120)
—
Catatan kaki
1 HR. Abu Daud, shahih
2 Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim 1/356, Dar A’Alamil Kutub, Beirut, cet. VII, 1419 H, tahqiq: Nashir Abdul Karim Al-‘Aql, syamilah
3 HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dalam Irwa’ul Ghalil no. 1269.
4 HR. Muslim no. 2669
5 Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim 1/79 Dar A’Alamil Kutub, Beirut, cet. VII, 1419 H, tahqiq: Nashir Abdul Karim Al-‘Aql, syamilah
Mungkin ada yang bertanya, mengapa hanya sekedar mirip sedikit kemudian meniru dalam ciri khas ibadah mereka sudah dilarang? Maka jawabannya, kesamaan fisik dan zhahir bisa membuat kedekatan hati dan batin. Contoh sederhananya, misalnya jika seseroang bertemu dengan orang lain yang seragamnya sama, maka ia akan langsung merasa dekat dan bisa jadi akrab. Atau bertemu dari suku dan asal yang sama, maka ia bisa langsung akrab dan merasa ada kesatuan hati. Inilah adalah sebab larangan menyerupai suatu kaum. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallamtelah bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَمِنْهُمْ
”Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”3
Walaupun dalam hal yang mungkin dianggap kecil seperti terompet, akan tetapi Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah mengingatkan hal ini. Karena sedikit demi sedikit, sejengkal demi sejengkal dan mulai dari hal yang kecil akan mengikuti mereka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَا لَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَ ذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِى جُحْرِ ضَبٍّ لاَتَّبَعْتُمُوهُمْ , قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ : فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta sampai jika orang-orang yang kalian ikuti itu masuk ke lubang dhob (yang sempit sekalipun, -pen), pasti kalian pun akan mengikutinya.” Kami (para sahabat) berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang diikuti itu adalah Yahudi dan Nashrani?” Beliau menjawab, “Lantas siapa lagi?”4
Berkata Sufyan Ibnu ‘Uyainah dan yang lainnya dari kalangan salaf,
ولهذا كان (2) السلف (3) سفيان بن عيينة (4) وغيره، يقولون: إن (5) من فسد من علمائنا ففيه شبه من اليهود! ومن فسد من عبّادنا ففيه شبه من النصارى
“Sungguh orang yang rusak dari kalangan ulama kita, karena penyerupaannya dengan Yahudi. Dan orang yang rusak dari kalangan ahli ibadah kita, karena penyerupaannya dengan Nashrani.” 5
Orang nashrani dan yahudi tidak akan ridha sampai kita mengikuti mereka. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Al-Baqarah: 120)
—
Catatan kaki
1 HR. Abu Daud, shahih
2 Iqtidha Ash-Shirathil Mustaqim 1/356, Dar A’Alamil Kutub, Beirut, cet. VII, 1419 H, tahqiq: Nashir Abdul Karim Al-‘Aql, syamilah
3 HR. Ahmad dan Abu Daud. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih dalam Irwa’ul Ghalil no. 1269.
4 HR. Muslim no. 2669
5 Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim 1/79 Dar A’Alamil Kutub, Beirut, cet. VII, 1419 H, tahqiq: Nashir Abdul Karim Al-‘Aql, syamilah
—
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, S1 Kedokteran Umum UGM, dosen di Universitas Mataram, kontributor majalah "Kesehatan Muslim"
http://muslim.or.id/
Penulis: dr. Raehanul Bahraen
Alumni Ma'had Al Ilmi Yogyakarta, S1 Kedokteran Umum UGM, dosen di Universitas Mataram, kontributor majalah "Kesehatan Muslim"
http://muslim.or.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar