Bersyukurlah bahwa dunia pendidikan makin terbuka bagi mereka
yang mau belajar dan menunjukkan prestasinya yang luar biasa. Tak lagi
ada batasan kaya atau miskin. Selama keinginan itu besar, jalan menuju
keberhasilan akan selalu terbuka. Tersedianya banyak beasiswa membuat
kemungkinan itu terjadi. Alhasil, dalam menempuh pendidikan, prestasi
ditentukan oleh kemauan belajar dan kerja keras, bukan lagi ditentukan
oleh kaya atau miskin dan lengkapnya fasilitas.
Meskipun begitu, ketika melihat anak tukang becak bisa lulus kuliah, kekaguman tetap terlontar dengan sendirinya. Apalagi jika dibarengi dengan prestasi yang luar biasa.
Hari Selasa kemarin (10 Juni 2014), peristiwa menarik terjadi saat acara wisuda di Universitas Negeri Semarang (Unnes). Raeni dari Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Unnes menjadi lulusan terbaik dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) hampir sempurna, 3,96. Yang membuat banyak orang terkagum-kagum, Raeni hanyalah anak tukang becak. Kemarin, di saat rekan-rekan lainnya datang diantar mobil mewah, Raeni tiba di kampus, diantar becak yang dikayuh sang ayah, Mugiyono.
Mugiyono berprofesi sebagai tukang becak yang pendapatannya tak tentu. Namun rata-rata tiap hari mendapatkan Rp10.000-Rp50.000. Pendapatan itu jelas tak mencukupi. Karena itu untuk menambah penghasilan Mugiyono bekerja sebagai penjaga malam di sebuah sekolah di sekitar tempat tinggalnya di Kendal, dengan gaji Rp450.000.
Meski begitu, uang sebanyak itu sulit dikatakan akan mampu mencukupi kebutuhan kehidupan keluarga ini, apalagi dengan anak yang kuliah. Ternyata Raeni bisa mengatasi biaya kuliahnya karena memperoleh beasiswa. Dan beasiswa ini tak diberikan begitu saja. Hanya mereka yang memiliki prestasi baik yang bisa mendapatkannya. Ternyata itu bisa dipenuhi Raeni karena selama menempuh pendidikan di sana ia mampu meraih indeks prestasi 4 (sempurna) dan diakhiri saat wisuda dengan IPK 3,96 itu.
“Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Sampai saat ini Unnes menyediakan 26 persen dari jumlah kursi yang dimilikinya untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni,” kata Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman MHum. Dengan program seperti itu ia yakin, tak lama lagi anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru. “Mereka akan tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik ini,” katanya.
Raeni sendiri tak puas dengan prestasinya itu. Ia memiliki ambisi untuk melanjutkan kuliah S2 di luar negeri. “Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Penginnya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” katanya. Sang ayah mendukungnya tentu dengan harapan anaknya kembali bisa mendapatkan beasiswa.
Prestasi Raeni itu sepatutnya memacu mahasiswa lain untuk berpacu mengejar prestasi terbaiknya. Dan bagi mereka yang berasal dari kalangan tidak mampu, prestasi Raeni menunjukkan bahwa selama punya kemauan, sesuatu yang dulu dianggap tidak mungkin, kini makin terbuka untuk bisa diwujudkan.
_______
Sumber dan foto: Universitas Negeri Semarang.
Meskipun begitu, ketika melihat anak tukang becak bisa lulus kuliah, kekaguman tetap terlontar dengan sendirinya. Apalagi jika dibarengi dengan prestasi yang luar biasa.
Hari Selasa kemarin (10 Juni 2014), peristiwa menarik terjadi saat acara wisuda di Universitas Negeri Semarang (Unnes). Raeni dari Jurusan Pendidikan Akuntansi Fakultas Ekonomi Unnes menjadi lulusan terbaik dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) hampir sempurna, 3,96. Yang membuat banyak orang terkagum-kagum, Raeni hanyalah anak tukang becak. Kemarin, di saat rekan-rekan lainnya datang diantar mobil mewah, Raeni tiba di kampus, diantar becak yang dikayuh sang ayah, Mugiyono.
Mugiyono berprofesi sebagai tukang becak yang pendapatannya tak tentu. Namun rata-rata tiap hari mendapatkan Rp10.000-Rp50.000. Pendapatan itu jelas tak mencukupi. Karena itu untuk menambah penghasilan Mugiyono bekerja sebagai penjaga malam di sebuah sekolah di sekitar tempat tinggalnya di Kendal, dengan gaji Rp450.000.
Meski begitu, uang sebanyak itu sulit dikatakan akan mampu mencukupi kebutuhan kehidupan keluarga ini, apalagi dengan anak yang kuliah. Ternyata Raeni bisa mengatasi biaya kuliahnya karena memperoleh beasiswa. Dan beasiswa ini tak diberikan begitu saja. Hanya mereka yang memiliki prestasi baik yang bisa mendapatkannya. Ternyata itu bisa dipenuhi Raeni karena selama menempuh pendidikan di sana ia mampu meraih indeks prestasi 4 (sempurna) dan diakhiri saat wisuda dengan IPK 3,96 itu.
“Meski berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang, Raeni tetap bersemangat dan mampu menunjukkan prestasinya. Sampai saat ini Unnes menyediakan 26 persen dari jumlah kursi yang dimilikinya untuk mahasiswa dari keluarga tidak mampu. Kami sangat bangga dengan apa yang diraih Raeni,” kata Rektor Unnes Prof Dr Fathur Rokhman MHum. Dengan program seperti itu ia yakin, tak lama lagi anak-anak dari keluarga miskin akan segera tampil menjadi kaum terpelajar baru. “Mereka akan tampil sebagai eksekutif, intelektual, pengusaha, bahkan pemimpin republik ini,” katanya.
Raeni sendiri tak puas dengan prestasinya itu. Ia memiliki ambisi untuk melanjutkan kuliah S2 di luar negeri. “Selepas lulus sarjana, saya ingin melanjutkan kuliah lagi. Penginnya melanjutkan (kuliah) ke Inggris. Ya, kalau ada beasiswa lagi,” katanya. Sang ayah mendukungnya tentu dengan harapan anaknya kembali bisa mendapatkan beasiswa.
Prestasi Raeni itu sepatutnya memacu mahasiswa lain untuk berpacu mengejar prestasi terbaiknya. Dan bagi mereka yang berasal dari kalangan tidak mampu, prestasi Raeni menunjukkan bahwa selama punya kemauan, sesuatu yang dulu dianggap tidak mungkin, kini makin terbuka untuk bisa diwujudkan.
_______
Sumber dan foto: Universitas Negeri Semarang.
http://andriewongso.com/articles/details/13447/Anak-Tukang-Becak-Jadi-Lulusan-Terbaik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar